ALUR CERITA : – Dua nenek yang ikut campur mengelabui cucu mereka yang sudah dewasa untuk bertemu dengan lucu yang menghidupkan kembali cinta masa kecil dan dendam lama.

ULASAN : – “Inandir Beni” membuatku benar-benar kecewa dan mempertanyakan tujuan keberadaannya. Jarang sekali saya menjumpai film yang terasa artifisial dan dibuat-buat seperti ini. Dari awal hingga akhir, itu adalah tampilan yang menyakitkan dari penceritaan yang buruk, akting yang buruk, dan penggunaan riasan yang berlebihan yang hanya memperkuat kedangkalan yang melekat pada film tersebut. Salah satu masalah yang paling mencolok dengan “Inandir Beni” adalah akting amatirnya. Penampilannya terasa dipaksakan, tanpa emosi yang tulus, dan sama sekali terputus dari karakter yang seharusnya mereka gambarkan. Seolah-olah para aktor hanya melafalkan dialog mereka, tanpa pemahaman atau investasi apa pun dalam peran yang mereka mainkan. Penampilan mereka yang tidak bersemangat hanya menyoroti kekurangan yang mencolok dalam naskah, sehingga tidak mungkin untuk menangguhkan ketidakpercayaan dan membenamkan diri dalam narasi. Yang menambah penghinaan pada cedera adalah penggunaan riasan yang berlebihan, yang hanya membuat penonton semakin jauh dari rasa realisme. Karakternya dibasahi lapisan kosmetik yang tebal, membuatnya sangat jelas bahwa mereka adalah aktor yang memainkan peran daripada individu asli. Pilihan artistik ini tidak hanya menghambat kepercayaan cerita tetapi juga menciptakan suasana yang mengganggu dan artifisial di sepanjang film. Plotnya, atau kekurangannya, terasa seperti kekacauan klise dan putaran kosong yang campur aduk. Setiap upaya untuk menciptakan ketegangan atau intrik gagal, karena sifat cerita yang dapat diprediksi membuat momen yang seharusnya mengejutkan benar-benar dapat diprediksi. Tidak ada kedalaman atau substansi yang bisa ditemukan, membuat penonton tidak memiliki apa pun untuk dipahami atau dipedulikan. Secara visual, “Inandir Beni” memiliki momennya sendiri, dengan beberapa bidikan yang estetis di sana-sini. Namun, bahkan sekilas potensi ini dibayangi oleh kurangnya substansi dan eksekusi yang buruk. Sepertinya para pembuat film lebih mementingkan menciptakan fasad yang menarik secara visual daripada berfokus pada pembuatan narasi yang memikat. Kesimpulannya, “Inandir Beni” adalah contoh utama dari sebuah film yang gagal di berbagai sisi. Dengan aktingnya yang buruk, penggunaan riasan yang dangkal, dan penceritaan yang tidak bersemangat, membuat penonton merasa tertipu dan mendambakan sesuatu yang lebih otentik dan menarik. Selamatkan diri Anda dari kekecewaan dan cari film yang menghargai waktu dan kecerdasan Anda.